Jumat, 05 Oktober 2012

RIGOR



PRE RIGOR, RIGOR MORTIS, DAN POST RIGOR

Komponen utama daging ikan (pada saat hewan masih hidup disebut otot) yaitu air, lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak sangat bervariasi antara 0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi lingkungan. Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi disimpan didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%. Karbohidrat, mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat dalam jumlah sedikit. Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses rigor mortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein. Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi komponen-komponen sederhana, seperti gula dan asam amino, yang diserap oleh darah. Darah mengirim komponen-komponen ini kebagian tubuh yang membutuhkan, khususnya otot. Produksi komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran pencernaan maupun yang ada didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif. Akibatnya, terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan. Proses autolisis karena aktivitas enzim ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem) mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor). Reaksi autolisis bisa berlangsung secara cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi. Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan. Sebagai contoh, proses autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya beberapa jam setelah penangkapan. Kecepatan proses autolisis sangat tergantung pada suhu. Penyimpanan ikan pada suhu dingin (hanya sedikit diatas suhu beku ikan) walaupun tidak menghentikan proses autolisis tetapi dapat memperlambat aktivitas enzim sehingga memperlambat kecepatan reaksi autolisis. Selain penyimpanan dingin, aktivitas enzim bisa pula dikontrol dengan metode pengawetan lainnya seperti penggaraman, penggorengan dan pengeringan. Aktivitas enzim akan terhenti oleh proses pemanasan. Suhu tinggi akan mempercepat proses rigor mortis, karena peningkatan suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan keawetan ikan, maka proses rigor-mortis ini diperlambat selama mungkin agar pertumbuhan bakteri dan reaksi enzimatis dapat dicegah. Pada tahap awal, mikroorganisme akan dijumpai pada lendir permukaan, insang dan saluran pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk berpenetrasi dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi diperkirakan sekitar 3-4 hari.
Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau dan flavor. Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang menyebabkan keracunan pangan karena sebelum toksin terbentuk, pertumbuhan bakterinya cenderung membuat daging sudah tidak layak lagi untuk dimakan. Perlu diperhatikan, ada banyak jenis mikroorganisme dan masing-masing memiliki kondisi optimum untuk pertumbuhannya. Sehingga akan terlihat beberapa mikroorganisme menjadi dominan, tergantung pada kontaminasi awal, sifat bahan pangan, suhu dan kondisi lainnya. Dengan penyimpanan dingin pada suhu sekitar 0°C, pertumbuhan bakteri pembusuk akan berhenti/diperlambat dan kecepatan pembusukan dapat diperlambat. Suhu ruang, ketersediaan air dan oksigen akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Pada kondisi ruang, ketersediaan air dan oksigen mempunyai pengaruh yang besar pada aktivitas mikrobiologi. Kecepatan proses kerusakan ikan selama pencairan es tergantung pada kecepatan pencairan es (proses thawing). Jumlah es yang diberikan harus dapat mempertahankan suhu ikan tetap pada 0°C dengan proses thawing cepat, akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses thawing yang lambat. Proses thawing cepat akan meminimalkan keluarnya cairan dan komponen larut air dari tubuh ikan. Jika ikan kontak dengan permukaan seperti kayu, logam atau ikan lain, penyimpangan bau akan meningkat. Tidak adanya oksigen pada kondisi ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan dan aktivitas bakteri anaerobik. Karena mikroorganisme merupakan penyebab utama kerusakan ikan, maka kita harus memberi perlakuan-perlakuan khusus untuk menghindari kondisi-kondisi yang mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Kecepatan pertumbuhan mikroorganisme meningkat sangat cepat pada suhu tinggi dan kondisi yang tidak higienis. Sehingga, untuk memperlambat kerusakan karena aktivitas mikroorganisme, ikan harus didinginkan segera setelah penangkapan dan disimpan pada kondisi higienis. Beberapa perubahan kimiawi yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biasanya terjadi sebelum berlangsungnya kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. Reaksi enzim ini terkait dengan proses rigor mortis. Proses ini mengakibatkan terjadinya dekomposisi beberapa komponen kimia, yang menyebabkan penyimpangan bau dan flavor ikan. Kerusakan protein dan oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap akhir dari proses kerusakan ikan. Kecepatan reaksi oksidasi lemak akan tergantung pada jenis ikan (ukuran, kadar lemak, musim). Trimetil amin oksida (TMAO), yang terdapat da-lam semua ikan laut, biasanya tidak ada didalam ikan air tawar. Pemecahan TMAO menjadi trimetil amin (TMA) merupakan reaksi penting dari kerusakan ikan secara enzimatis. Kandungan TMAO biasanya digunakan sebagai indikator dari kesegaran ikan. Selain itu, penentuan kandungan amoniak (hasil pemecahan urea) pada beberapa ikan, seperti hiu, juga penting untuk menentukan kesegaran ikan.

Perubahan Pascamortem Jaringan Otot
  1. Fase pre-rigor
·         Penampakan jaringan otot halus dan lunak seperti keadaan
otot yang berelaksasi
·         Tingkat pH dan ATP masih tinggi, terjadi pemecahan ATP
menjadi energi namun masih relatif kecil belum cukup
untuk kontraksi
·         < 6 jam, daging elastis, masih seperti ikan segar
  1. Fase rigor
·         Karkas menjadi kaku/tegang, 24-48 jam setelah
penyembelihan
·         Kontraksi karena pemecahan ATP menjadi energi
(timbunan energi)
·         Kecepatan terjadinya rigor mortis dipengaruhi
oleh:
*      Tingkat glikogen pada saat mati, glikogen rendah, rigor
cenderung untuk berlangsung cepat
*      Suhu karkas: suhu naik, rigor cepat
·         6 jam, tubuh kaku, daging tidak elastis
  1. Fase pascarigor
·         Hasil-hasil glikolisis menumpuk sehingga:
·         Penumpukan asam laktat sehingga pH jaringan otot rendah
·         Penimbunan produk-produk pemecahan ATP
·         Pembentukan precursor flavor / aroma
·         Peningkatan daya ikat air
·         Pengempukan kembali jaringan otot tanpa pemisahan aktin dan miosin
·         Banyk mengeluarkan lendir, sisik banyak yang lepas dan sudah mulai busuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar