Kamis, 11 Oktober 2012

Budaya Lamalera " berburu ikan paus "

Tradisi ini hanya ada di Nusa Tenggara Timur tepatnya di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata. Tradisi ini telah memperkenalkan penduduk di kaki gunung labalekan ke seluruh dunia. Tradisi yang turun-temurun dari nenek moyang mereka, diprediksi tradisi sejak abad ke-16.
Para nelayan tradisional hanya dilengkapi satu-satunya senjata andalan berupa tombak yang dinamakan tempuling. Senjata tradisional ini berupa sebatang bambu panjang yang di salah satu ujungnya ditancap besi runcing. Dengan senjata itu mereka berusaha membunuh ikan paus, yang besar tubuhnya puluhan kali lebih besar dari tubuh manusia.
Sebelum musim berburu, Desa Lamalera memiliki tradisi atau budaya penangkapan paus yang setiap tahunnya diadakan upacara adat sekaligus misa untuk memohon berkah dari sang leluhur serta mengenang para arwah nenek moyang mereka yang gugur di medan bahari bergelut dengan sang paus. Upacara dan Misa atau biasa di sebut lefa dilaksanakan setiap tanggal 1 Mei.
Perburuan paus biasanya dimulai pada bulan mei, perburuan dilakukan menggunakan perahu yang terbuat dari kayu yang disebut paledang. Orang yang bertugas menikam paus disebut lama fa. Orang ini berdiri di ujung perahu, buritan atau haluan, saat paus yang diburu mulai kelihatan. Lama fa selalu mencari kesempatan untuk menikamkan tempuling di tubuh paus. Tombak atau tempuling bukan sekadar dilempar ke tubuh paus, melainkan si lama fa melompat menuju paus sambil memegang tempuling dan dengan kekuatan penuh menghujamkan tempuling ke tubuh paus.
Tak jarang dari mereka, para pemburu menjadi korban keganasan paus yang melawan, dan jika begitu masyarakat beranggapan bahwa yang menjadi korban adalah para mereka yang tidak bersih maksudnya mereka ada masalah dengan istri atau anak yang belum selesai.
Walaupun sudah ada beberapa konvensi yang melarang perburuan ikan paus, tradisi berburu ikan paus ini sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Para penduduk Lamalera mengatakan, mereka tahu ikan paus mana yang menjadi buruan mereka. Ikan paus yang masih kecil dan yang sedang hamil tidak akan diburu. Hal itu untuk menjaga populasi paus di daerah Lamalera.
 
Oleh karena itu, saya lebih sutuju untuk mempertahankan budaya masyarakat lamalera daripada diadakannya konservasi di daerah tersebut. Budaya adalah sesuatu yang unik, sesuatu yang jarang, yang harus kita pertahankan. Budaya merupakan hal yang wajib dan harus dipertahankan dan dilestarikan. Sebenarnya budaya yang dilakukan masyarakat lamalera ini tidak bertujuan untuk memusnahkan paus. Mereka hanya memburu paus yang dewasa atau tua, paus yang kecil, hamil, yang sedang kawin atau yang mau kawn dan paus biru tidak mereka buru. Itu merupakan bukti bahwa masyarakat lamalera tidak akan memusnahkan populasi paus, dan itu merupakan usaha untuk menjaga populasi paus di daerah lamalera.
Bagaimana mungkin budaya yang sudah ada sejak abad ke-16 akan dihilangkan begitu saja. Budaya turun temurun dari nenek moyang. Betapa berharganya nilai suatu sejarah ( kebudayaan jaman dulu ). Budaya Indonesia saja sudah banyak yang dakui oleh negara lain, apakah budaya ini akan dihilangkan begitu saja? kita harus mempertahankannya.
Konservasi, merupakan usulan dari pemerintah pusat untuk menjadikan daerah lamalera menjadi kawasan konservasi dengan  konsekuensi tidak akan ada lagi perburuan ikan paus lagi atau dengan kata lain, budaya berburu ikan paus tidak akan ada lagi. Akan selamanya hilang dari masyarakat lamalera.
Antara konservasi dan budaya ini bertolak belakang. Sebenarnya ada jalan keluarnya, budaya tetap terjaga begitu pula dengan paus tetap terjaga. Masyarakat lamalera berburu ikan paus setahun hanya sekali. itu pun hanya paus - paus tertentu yang mereka buru. Tetapi jika rentan waktu setahun itu dirasa kurang untuk menunggu pertumbuhan paus, rentan waktu tersebut bisa diperpanjang dengan melakukan perburuan dua tahun sekali. Itu akan memberikan waktu yang cukup untuk paus berkembang.
Paus hasil perburuan dibagi kesemua warga lamalera sesuai dengan anggota keluarga yang ikut berpartisipasi dalam perburuan paus. Hasil tangkapan biasanya diolah ( dikeringkan atau diasap ). Namun tidak sedikit yang menukar daging paus dengan jagung untuk dimakan. Jadi, daripada pemerintah repot - repot memberikan doktrin ( aturan baru ) kepada masyarakat lamera, lebih baik pemerintah memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk bercocok tanam, seperti tanam jagung atau padi. Sehingga  disaat waktu perburuan diperpanjang masyarakat lamalera tidak akan kelaparan, mereka tetap bisa makan. Akan lebih mudah mengajarkan sesuatu yang baru daripada mengganti kepercayaan yang sudah diyakini oleh masyarakat lamalera sejak berabad - abad lamanya.
Dari pemerintah setempat memberikan dukungan penuh terhadap budaya ini. Pemerintah setempat melalui Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ( Disbudpar ) menjadikan tradisi berburu paus oleh nelayan Lamalera ini sebagai salah satu obyek wisata. Kepala Disbudpar sudah mengusulkan Desa Lamalera menjadi desa wisata ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat ( PNPM ) Mandiri Pariwisata yang mulai digulirkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Keseriusan ini, untuk mewujudkan Lamalera menjadi salah satu ikon utama pariwisata di kabupaten Lembata 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar